Minggu, 31 Agustus 2014

Paliyan, Dengan Sejuta Kenangan


Lebaran idul fitri tahun 2014 ini adalah lebaran yang spesial bagi ku, karena aq berkesempatan untuk lebaran di tanah kelahiran ku. Dusun Paliyan Kidul, Karang Duwet, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul. Dan tidak seperti dua tahun lalu ketika aku pulang dengan jalur udara, perjalanan kali ini lebih menantanng karena aku pulang melalui jalan darat. Perjalanan panjang bagi ku dan melelahkan tapi penuh kesan. 24 juli 2014 berangkat dari pekanbaru, Riau dan menjelang takbiran sampai dirumah bambu yang penuh kenangan itu. Yang biasanya aku hanya melihat berita kemacetan akibat mudik, kali ini aku merasakan langsung padatnya jalanan saat tanah jawa. Dari merak hingga yogja kendaraan berlomba-lomba meninggalkan Jakarta menuju pelosok jawa. Melelahkan sekali, selain lelah karna bus yang tak juga bergerak karna padatnya jalanan, tetapi juga lelah karna cemas apakah aku bisa sampai ke rumah tepat waktu (lebaran).
Pegunungan Sewu yang selalu menawarkan keteduhan diantara bebatuan kapur. Kebun-kebun jati Perhutani yang kalau beruntung aku bisa melihat daun-daunnya berguguran karna kemarau, atau ulat-ulat jati yang bergelantungan saat musim penghujan. Aku selalu berharap suasana desa itu tak jauh berubah. Tanah merah, galengan (pematang) dari tumpukan batu kapur dan juga kran air PDAM disudut rumah. Kran yang selalu menjadi harapan dan penantian kami ketika kemarau sebagai sumber air. Dulu kran itu lebih sering memberikan kabar mengecewakan pada kami, karna tetesannya terlalu sedikit atau bahkan kering sama sekali. Kakiku sudah terbiasa meangkah diterjalnya jalanan tanah berbatu, berkilo-kilo jauhnya menuju kedung (lubuk) yang masih berisi air. Untung saja saat ini kran air PDAM itu tak lagi mengecewakan, kami sudah bisa mandi sepuas-puasnya tanpa harus berjalan berkilo-kilo jauhnya. Dan jalanan tanah berbatu itu sekarang sebagian besar sudah berubah menjadi jalanan aspal atau semenisasi.

Bersambung..... 

Kamis, 28 Agustus 2014

Perempuan dalam Pengelolaan SDA


Pekanbaru- Kurangnya perspektif gender dalam semua aspek termasuk kebijakan pengelolaan sumber daya alam dinilai sangat berpengaruh terhadap kondisi perempuan sekitar konsesi perusahaan. Hal ini merupakan hasil penelitian Women Reseach Institute yang dilakukan di Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau pada Rabu (27-08-2014).

Melihat pentingnya perspektif dan peran perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam, Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) Riau akan mengadakan Diskusi dalam rangka mendorong keterlibatan perempuan dalam implementasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan monitoring oleh pemerintah pada Kamis, (25 – 09 - 2014) di Pekanbaru. Target peserta adalah pemerintah daerah, legeslatif dan divisi CSR beberapa perusahaan di Riau.

Selasa, 03 Juni 2014

Perusahaan-Warga Harus Duduk Bersama


Pekanbaru – Hingga kini, konflik antara warga Desa Tumang, Kecamantan Siak, Kabupaten Siak dengan PT Sumber Seraya Lestari (SSL), belum juga tuntas diselesaikan. Konflik tersebut terjadi sejak 2012 telah memakan dua warga tertembus peluru aparat sertapenangkapan kepala desa, 17 April 2014 silam.

Jumat, 30 Mei 2014

Ibu Muda Bertahan Hidup



Pekanbaru –
Arnawati, anggota kelompok perempuan Dusun Bukit, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar mengatakan sejak terjadi pengusiran oleh PT. RAKA di tahun 2006 lalu, penghasilan rumah tangga jauh berkurang karena mereka tidak lagi memiliki kebun.
“Sejak itu kami (masyarakat) menjadi buruh sawit di perusahaan atau hanya sekedar berkebun cabai di pekarangan rumah. Penghasilan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari,” kata Arnawati, Kamis (15/5/2014).

Sengketa SDA di Riau



Pekanbaru- Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian, mengatakan, konflik Sumber Daya Alam (SDA) di Riau menyebabkan korban luka hingga meninggal dunia. Selama 2012,  muncul 29 titik konflik mencakup sekitar 79.100 hektare lahan bersengketa. Korban luka 37 orang dan satu jiwa melayang.

Panen Cabai di Lahan Sengketa



Pekanbaru- Kwintalan cabai keriting hasil panen raya di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar siap membanjiri pasar lokal, Jumat (30/5/2014). Kelompok tani desa ini menanam cabai seluas empat hektare di lahan sengketa antara PT. Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) dengan masyarakat sejak tahun 1998.

Jumat, 28 Maret 2014

Kekeringan Di Hamparan Gambut

Air adalah salah satu kebutuhan pokok mahluk hidup. Tidak hanya manusia, tetapi mahluk hidup lain juga sangat bergantung akan keberadaan air. Apa jadinya jika di dunia ini tidak ada air? sudah pasti kehidupan juga tidak akan ada di muka bumi ini. Desa Penyengat Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak adalah desa yang terletak di kawasan gambut Semenanjung Kampar sekaligus terletak di pesisir pantai selat panjang. Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk,biasanya terbentuk pada daerah-daerah basah atau cekungan dengan drainase yang buruk, sehingga gambut mampu menyimpan air dengan baik. Dengan demikian seharusnya desa ini tidak akan pernah mengalami kekurangan air atau bahkan kekeringan, karena kita tau bahwa kawasan gambut adalah kawasan yang selalu basah.

Namun tidak demikian dengan kenyataannya, seperti pengalaman saya berikut ini. Pada sabtu, 22 Februari 2014 lalu saya mengunjungi Desa Penyengat.Saya terkejut menemukan fakta bahwa daerah gambut tersebut mengalami kekeringan yang luar biasa. sudah 2 bulan ini tidak turun hujan, sumber-sumber air sudah mengering.

Sabtu, 22 Maret 2014

Kabut Asap dan "Teror" Sepanjang Tepian Sungai Kampar

Teluk meranti, 20 Maret 2014. Dari tepian sungai kampar ini saya masih melihat gumpalan kabut asap yang menutupi penglihatan ke seberang meskipun hari sudah pukul 08.11 WIB. Aroma khas asap masih tercium dan membuat sesak setiap saya menghela nafas. Namun kondisi ini tidak membuat aktivitas di tengah sungai kampar berhenti. Terlihat beberapa nelayan dengan sampannya mengail (memancing-red) udang pagi itu.

Kondisi berasap ini sudah dirasakan warga riau sejak bulan februari lalu, dan setiap tahun terjadi sejak tahun 1997. Kondisi ini sangat merugikan warga riau baik dari segi kesehatan, maupun ekonomi. masyarakat tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari seperti baiasa karena kabut asap. Hal ini menyebabkan Presiden kita SBY marah dan mengeluarkan instruksi tegas untuk segera menanggulangi kabut asap di Riau. Salah satu instruksinya adalah dengan mengerahkan 1500 personil tentara untuk turun ke daerah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.