Pekanbaru – Hingga kini, konflik antara warga
Desa Tumang, Kecamantan Siak, Kabupaten Siak dengan PT Sumber
Seraya Lestari (SSL), belum juga tuntas diselesaikan. Konflik tersebut
terjadi sejak 2012 telah memakan dua warga tertembus peluru
aparat sertapenangkapan kepala desa, 17 April 2014 silam.
Konflik berawal dari laporan PT SSL
kepada kepolisian mengenaipengelolaan lahan di areal hutan
oleh kepala desa dan tiga warganya. Lahan tersebut berada di dekat
tapal batas PT SSL.
Namun, hingga kini belum ada bukti
apapunbahwa lahan dikelola masyarakat itu masuk dalam areal hutan konsesi PT
SSL. Pasalnya,perusahaan tidak memiliki patok-patok batas yang jelas.
“Perlu adanya upaya membuka ruang-ruang
komunikasi antarpihak untuk mendorong penyelesaian konflik yang
terjadi,” tegas Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Octavian, Senin (2/6).
Konflik serupa, tutur Harry, tidak
hanya terjadi di Desa Tumang,melainkan hampir di seluruh desa di
sekitar kawasan konsesiperkebunan maupun kehutanan. Scale Up mencatat 62
konflik Sumber Daya Alam terjadi di Riau selama 2013.
Dari jumlah konflik tersebut, konflik
tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu (INhu) dengan 10
kasus dan Rokan Hulu 10 kasus. Dari 62 kasus, korban jiwa melayang
berjumlah lima orang dan 37 luka-luka.
Harry menjelaskan, sudah seharusnya
penyelesaian konflik yang selama ini terjadi Riau, diselesaikan dan diatasi
apakah di luar jalur hukum (mediasi). Masyarakat, tuturnya, selalu menjadi
korban ketika terjadi konflik Sumber Daya Alam.
“Upaya penyelesaian konflik Sumber Daya
Alam bertujuan membangun kerja sama yang baik antarpihak. Sehingga
terbangun hubungan positif dan saling menguntungkan. Tidak bisa dipungkiri
setiap konflik menimbulkan kerugian, baik moral maupun material dari
pihak perusahaan maupun masyarakat,” jelas Harry. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar