Selasa, 03 Juni 2014

Perusahaan-Warga Harus Duduk Bersama


Pekanbaru – Hingga kini, konflik antara warga Desa Tumang, Kecamantan Siak, Kabupaten Siak dengan PT Sumber Seraya Lestari (SSL), belum juga tuntas diselesaikan. Konflik tersebut terjadi sejak 2012 telah memakan dua warga tertembus peluru aparat sertapenangkapan kepala desa, 17 April 2014 silam.


Konflik berawal dari laporan PT SSL kepada kepolisian mengenaipengelolaan lahan di areal hutan oleh kepala desa dan tiga warganya. Lahan tersebut berada di dekat tapal batas PT SSL.

Namun, hingga kini belum ada bukti apapunbahwa lahan dikelola masyarakat itu masuk dalam areal hutan konsesi PT SSL. Pasalnya,perusahaan tidak memiliki patok-patok batas yang jelas.

“Perlu adanya upaya membuka ruang-ruang komunikasi antarpihak untuk mendorong  penyelesaian konflik yang terjadi,” tegas Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Octavian, Senin (2/6).

Konflik serupa, tutur Harry, tidak hanya terjadi di Desa Tumang,melainkan hampir di seluruh desa di sekitar kawasan konsesiperkebunan maupun kehutanan. Scale Up mencatat 62 konflik Sumber Daya Alam terjadi di Riau selama 2013.

Dari jumlah konflik tersebut, konflik tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu (INhu) dengan 10 kasus dan Rokan Hulu 10 kasus. Dari 62 kasus, korban jiwa melayang berjumlah lima orang dan 37 luka-luka.

Harry menjelaskan, sudah seharusnya penyelesaian konflik yang selama ini terjadi Riau, diselesaikan dan diatasi apakah di luar jalur hukum (mediasi). Masyarakat, tuturnya, selalu menjadi korban ketika terjadi konflik Sumber Daya Alam.

“Upaya penyelesaian konflik Sumber Daya Alam bertujuan membangun kerja sama yang baik antarpihak. Sehingga terbangun hubungan positif dan saling menguntungkan. Tidak bisa dipungkiri setiap konflik menimbulkan kerugian, baik moral maupun material dari pihak perusahaan maupun masyarakat,” jelas Harry. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar