Pekanbaru –
Arnawati,
anggota kelompok perempuan Dusun Bukit, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir,
Kabupaten Kampar mengatakan sejak terjadi pengusiran oleh PT. RAKA di tahun
2006 lalu, penghasilan rumah tangga jauh berkurang karena mereka tidak lagi
memiliki kebun.
“Sejak itu kami
(masyarakat) menjadi buruh sawit di perusahaan atau hanya sekedar berkebun
cabai di pekarangan rumah. Penghasilan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
makan sehari-hari,” kata Arnawati, Kamis (15/5/2014).
Tak hanya
Arnawati, belasan ibu muda juga mengalami nasib serupa. Mereka harus bertahan
hidup dengan berkebun di pekarangan rumah. Kondisi ini akibat warga tak
memiliki lagi lahan garapan.
“Di Dusun Bukit,
perempuan berpendidikan paling tinggi SMP dan ketika perempuan beranjak dewasa,
ada yang meminang, maka orangtua menyambut baik pinangan itu dan segera
menikahkan,” cerita Arnawati.
Melihat kondisi
ini, Helda Khasmy, Divisi Pengorganisasian dan Pelayanan Massa, Serikat
Perempuan Indonesia (Seruni) Riau, mengatakan, perempuan memiliki ketergantungan
terhadap sumber daya alam, air bersih dan hasil pangan.
“Ketika hubungan
ini terganggu maka perempuan mempunyai cara bertahan yang berbeda-beda. Seperti
kita temui di Dusun Bukit, menikah di usia muda dan memanfaatkan lahan
pekarangan merupakan cara perempuan bertahan dari himpitan ekonomi,” jelas
Helda.
"Hasil tulisan Widya Astuti ketua Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Riau"
kelompok perempuan desa kota garo, kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten kampar (Foto: Widya) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar