Pekanbaru- Kwintalan cabai
keriting hasil panen raya di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar
siap membanjiri pasar lokal, Jumat (30/5/2014). Kelompok tani desa ini menanam
cabai seluas empat hektare di lahan sengketa antara PT. Sekar Bumi Alam Lestari
(SBAL) dengan masyarakat sejak tahun 1998.
Konflik antara masyarakat dengan
PT. SBAL dimulai dari penyerahan lahan seluas 1.050
hektare untuk ditanam kelapa sawit oleh perusahaan. Kesepakatannya, saat sawit berusia 36 bulan, perusahaan wajib membagikan
kepada masyarakat.
Saat itulah proses
pencicilan biaya penanaman kebun dimulai dengan cara dipotong dari hasil panen sawit
masyarakat. Namun, hingga saat ini perusahaan tidak menyerahkan kebun tersebut.
Masyarakat berinisiatif
mengelola areal perusahaan yang berdekatan dengan permukiman warga. Pengelolaan
ini dilakukan sejak awal 2014. Komoditi utama yang dikembangkan adalah cabai. Sebab
harga cabai di pasar masih tinggi dan suplai saat ini masih bergantung dari
pasokan luar propinsi.
Selain mencukupi kebutuhan
cabai di pasar lokal, masyarakat mengelola areal PT. SBAL untuk mempercepat
upaya penyelesaian konflik yang terjadi. ”Biar saja mereka (PT. SBAL) tahu kami
menggarap lahan PT, jadi mereka secepatnya menemui kami untuk menyelesaikan
konflik ini,” ujar Bu Kas, warga desa.
Panen yang dihasilkan
untuk periode pertama Maret 2014 mencapai 4 kwintal cabai merah. Masyarakat mendapatkan
keuntungan berlipat ganda dari panen periode ini. Dengan modal Rp 6 juta, warga
mendapat keuntungan Rp 60 juta. “Hasilnya lumayan besar, jadi kami sangat
terbantu dengan tanam cabai yang sekarang kami lakukan,” kata Ketua Kelompok Perempuan Dusun Pencing, Bu
Ayu.
(hasil belajar membuat press release hari ini, di kantor Scale Up).
Bu Kas: Panen Cabai, kamis 1 Mei 2014 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar